Masih sangat banyak generasi muda yang belum mengenal budaya Panji, dan sangat disayangkan esensi-esensi Panji pun belum terserap penuh ke dalam pelaku-pelaku yang berkaitan dengan budaya Panji. Masyarakat pada umumnya lebih mengenal Mahabarata dan Ramayana dari pada ciptaan hasil maha karya bangsa sendiri (Local Genius). Oleh sebab itu, saya bermaksud untuk mengundang pakar-pakar yang berkecimpung dan mendalami nilai-nilai maupun esensi budaya Panji, bersama-sama dengan saya untuk menciptakan keseimbangan dan harmoni dalam melestarikan budaya Panji. Pembahasan dalam diskusi ini, bagaimana kita mewujudkan persatuan pencinta Panji dalam satu kekuatan besar yang solid yang berdasarkan pada kerakyatan, kesederhanaan, pengetahuan, keadilan, kesabaran, kebenaran, kesuburan, berjuang untuk cita-cita, cinta dan kesetiaan, kedamaian, spiritualitas. Nilai-nilai dan esensi tersebut sangat berkaitan dalam sastra, seni jawa kuno, seni/pentas, pertanian/kesuburan, spiritualitas, melalui edukasi dan pariwisata. Konteks hubungan yang saya maksud justru telah berjalan selaras di Thailand, dimana selain seni pertunjukan juga dianggap sebagai sesuatu yang sacral . Tujuan pertemuan ini untuk bersama kita memikirkan dan mencipta visi dan misi antara lain ; konsep, bentuk dan aplikasi.
Dengan kata Bu Lydia Kieven ini, kami memulai kelompok diskusi Pertemuan Pencinta Panji. Pastilah, Indonesia ada budaya asli yang sangat kaya. Tetapi masih banyak harus dilakukan untuk budaya ini ditunjukkan secara cokok. Situs web ini adalah bagian aktifitas revitalisasi, penunjukkan dan mengonservasi budaya ini. Kalau anda belum tahu arti budaya Panji itu, klik di atas untuk menemukannya. Seterusnya, selamat datang di situs web Pencinta dan Pusat Panji!
Apa fungsinya ’Pusat Pecinta Panji’? Kenapa tidak cukup dengan sudah berada banyak kegiatan masing-masing di sini dan di sana? Ide mendirikan ’pusat’ berdasar pada pengalaman dan keadaan bahwa belakangan ini ada banyak "bunga Panji" yang berkembang, tetapi tanpa saling berterkaitan. Yaitu secara geografis (contohnya Blitar, Surabaya), secara medium (contohnya tari, majalah, seminar), secara kelompok dan individu beda-beda. Misalnya mungkin ada orang yang menyelenggarakan seminar untuk guru mengenai tema Panji di Surabaya, dan orang itu belum pernah dengar bahwa di Blitar sudah diterbitkan majalah ’Sahabat Panji’. Ada banyak contoh lain seperti itu. Kalau ada suatu forum kerja sama, kita bisa saling memberi inspirasi, bisa saling membantu, bisa saling mendukung, bisa tukar pikiran, bisa menanam biji biar ada lebih banyak "bunga Panji". Tujuannya biar Panji ada guna untuk masyarakat luas.
Idenya khususnya berfokus pada esensi cerita dan budaya Panji, yakni secara singkat: kesederhanaan, dan kedamaian, dan lebih ber-intisari lagi: spiritualistas.
Secara singkat, tujuan Pencinta Panji adalah
Meneliti
Menyediakan
Mengejewantahkan potensi budaya Panji untuk masyarakat Jawa dan seluruh dunia
|
Hasilnya: Keseimbangan dan harmoni |
Sastra Panji Jawa yang berasal dari zaman pre-Islam. Belum bisa dipastikan kapan dilahirkan sastra itu, kemungkinan sudah pada zaman Kediri, namun kebanyakan ahli menentukan zaman kerajaan Singasari. Cerita Panji populer selama zaman kerajaan Majapahit. Kisah Panji menceritakan tentang Raden Panji dari kerajaan Jenggala yang bertunangan dengan Putri Candrakirana / Sekartaji dari kerajaan Daha/Kediri. Mereka berpisah dan mengalami banyak kejadian buruk dan baik, sebelum akhirnya mereka bertemu lagi dan menikah. Ada banyak versi cerita Panji. Kalau dibandingkan dengan cerita Ramayana dan Mahabharata yang berasal dari India, sastra Panji jauh lebih sederhana dan lebih kerakyatan, dan memang khas Jawa. Kepopuleran cerita Panji pada zaman Majapahit dibuktikan oleh gambar dalam relief di candi-candi di Jawa Timur pada abad ke-14 dan ke-15. Pada periode Jawa Tengah (abad ke-9 sampai awal abad ke-10), misalnya di Borobudur, belum ada relief Panji. Contoh paling bagus dan indah adalah relief-relief Panji di Candi Panataran /Blitar, yaitu Candi Negara Majapahit. Selain itu berkembank beberapa jenis seni pertunjukan yang ber-tema Panji: Wayang Topeng, Wayang Beber, Wayang Krucil. Menurut ahli sejarah dan sastra dan arkeologi jenis Wayang Topeng dan Beber sudah diciptakan dan dipraktekkan pada zaman Majapahit dan malah sebelumnya. Dengan perkembangan kekuasaan Majapahit yang memperhasilkan penyebaran dampak politik dan budaya kerajaan itu, sastra dan seni Panji berkembar juga di Bali (tari Gambuh / Panji Malat) dan malah sampai di negara Asia Tenggara seperti Kamboja dan Thailand. Sastra Panji di Jawa - misalnya dongeng anak-anak seperti Ande-Ande Lumut dan Keong Mas masih diceritakan, tetapi sudah sangat berkurang. Masa kini banyak jenis seni dan sastra hampir punah.
Panji ada contoh khas untuk kreativitas Jawa Timuran zaman dulu, dan bisa digunakan sebagai contoh khas untuk kreativitas /local wisdom /kemandirian, dan untuk budaya yang kemilikan rakyat. "Panji" beda dari budaya tinggi yang berkaitan dengan istana dan kraton, maka itu tidak perlu difungsikan dan dipertunjukkan pada tingkat tinggi seperti Wayang Kulit dan Tari Klasik Kratonan di Jawa Tengah. Potensi "Panji" memang unik sebagi ciri Jawa Timuran dan kerakyatan.
Tahun-tahun terakhir ini Panji menjadi semakin populer lagi, dimanifestasikan dengan pertemuan seniman dan budayawan di kolam berenang (sic!) di Institut Perancis (CCF) di Surabaya persis 10 tahun lalu, pada tahun 2004 atas initiaf oleh Suryo Prawiroatmojo almarhum. Sejak itu kegiatan Panji berkembang terus di mana-mana di Jawa Timur. Baguslah, bahwa budaya Jawa direvitalisasikan lagi (Lebih banyak informasi bisa diakses dalam laporan ini.)!
Panji / Budaya Panji punya banyak bidang dan aspek, di antaranya sebagai hiburan dan sebagai isi edukasi. Namun, esensi dan potensi Panji jauh lebih lebar, dan mungkin malah belum benar dipaham oleh semua pemerhati Panji. Panji memuat nilai yang sangat berharga untuk masyarakat Jawa, dan bahkan untuk keseimbangan manusia seluruh dunia.
Belakangan ini dunia akademia semakin memperhatikan tema Panji juga: Pada tahun 1980an pernah ada ahli sastra Indonesia yang menerbitkan kumpulan makalah tentang Panji; sayang sekali, kemudian penelitiannya tidak diteruskan secara serius. Barusan tahun ini direncanakan oleh Perspustakaan Nasional di Jakarta untuk membangkitkan lagi sastra Panji dan menerbitkan naskah-naskah cerita Panji yang disimpan di perpustakaan. Akan diadakan konferensi dan pameran di Jakarta akhir bulan Oktober tahun ini. Dari akademia internasional ada contoh penerbitan buku tentang Panji dari Adrian Vickers, Sydney University, dengan buku ’Journeys of Desire’ (Leiden: KITLV 2005) mengenai tradisi seni Panji Malat di Bali. Ada penerbitan buku dikarang oleh saya sendiri: ’Following the cap-figure in Majapahit temple reliefs. A new look at the religious function of East Javanese temples 14th to 15th centuries’ (Leiden: Brill 2013), yang sedang dalam proses diterbitkan dalam Bahasa Indonesia (oleh penerbit EFEO Jakarta). Tahun 2013 bulan Maret diselenggarakan Seminar dan Festival Panji di Bangkok, dengan tujuan memperkenalkan dan saling belajar seni Panji di negara-negara ASEAN.
Secara singkat, ada 8 aspek-aspek Panji:
Perwujudan: