Pengalaman berkelana sambil menelusuri figur bertopi di Jawa pada bulan Agustus 2015

Laporan dari Lydia Kieven. 11-09-2015

Pengalaman berkelana sambil menelusuri figur bertopi di Jawa pada bulan Agustus 2015

Sebelum menyampaikan laporan ini, saya ingin mengucapkan bahwa saya sangat menghargai semua semangat tentang Budaya Panji yang saya alami selama perjalanan saya. Saya senang sekali atas banyak reaksi yang menarik dalam berbagai diskusi dan kegiatan yang memberi inspirasi untuk saya dan untuk kita semua dan yang semoga akan menjadi dorongan untuk melanjutkan kerjasama, memperluas jaringan, menciptakan pengejewantahan dan aplikasi secara konkrit yang bermanfaat. Saya sendiri banyak belajar kesabaran dan menerima keadaan, walaupun kadang-kadang ada kekacauan yang membingungkan. Yang penting: di dalam atau di belakang kebingunan ada banyak unsur yang berharga dan bermanfaat dan yang memberi sumbangan untuk perkembangan lanjut. Biar potensi Budaya Panji akan digali terus biar ada manfaat!

Latar belakang saya pribadi: Selama penelitian saya untuk tesis PhD yang menjadi buku "Following the cap-figure" = "Menelusuri figur bertopi" saya berkenalan dengan banyak individu dan kelompok yang berkegiatan sendiri-sendiri. Saya sering diajak ikut seminar dan workshop oleh Almarhum Pak Suryo, Pak Henri Nurcahyo, DeKaBe (Dewan Kesenian Kabupaten Blitar), UC (Universitas Ciputra) dll. Saya tidak ingin hanya menyimpan pengetahuan untuk kalangan akademisi atau kalangan tertentu, tapi ingin membagikan semangat saya dan memberikan input dan inspirasi kepada orang lain agar dapat dimanfaatkan, maupun di Indonesia maupun di Jerman dan luar negeri.

(1) Tanggal 15 Agustus, Sabtu - Pertemuan Pencinta Panji di Tumpang, Padepokan Mangun Dharma. Tempat disediakan oleh Ki Soleh.

Pertemuan ini terwujud atas inisiatif Lydia Kieven, Pak Semar Suwito Yasin, kemudian dikoordinir oleh Yanni Krishnayanni. Moderator pertemuan adalah Stien Matakupan.

Pertemuan kelompok Pencinta Panji Agustus 2015 ini merupakan lanjutan dari pertemuan tahun lalu yang berlangsung pada tanggal 12-13 September 2014 di Trawas.

Ringkasan pertemuan pertama tahun 2014: hadir sekitar 25 orang yang berasal dari berbagai profesi dan berkegiatan dalam "Budaya Panji", yaitu seniman, arkeolog, pemerhati budaya, wartawan, dll. Tujuan pertama acara adalah untuk saling mengenal dan membuat jaringan antar kelompok-kelompok dan individu yang biasanya berkegiatan sendiri. Sinergi dari berbagai bidang akan sangat berguna untuk menggali potensi Panji. Tujuan kedua adalah menerapkan dan mengejewantahkan potensi Budaya Panji untuk masyarakat yang belum banyak mengetahui atau peduli tentang budaya sendiri yang kaya dan sangat berguna, misalnya melalui kegiatan pendidikan, kesenian dan seminar. Pengetahuan tentang Budaya Panji pada dasarnya akan mengembangkan rasa menghargai, melestarikan budaya sendiri dan memperkuat jatidiri. Dalam pertemuan tersebut, kami membahas nilai-nilai tokoh Panji, misalnya kerakyatan, kesetiaan, perjuangan untuk mencapai tujuan, keseimbangan dan harmoni. Diskusi waktu itu yang berlangsung selama dua hari berjalan cukup menarik dan menghasilkan ide untuk mendirikan jaringan formal dengan menunjuk perwakilan di berbagai daerah di Jawa Timur (Surabaya, Sidoarjo, Malang, Blitar dstnya) yang akan mengkoordinir kerjasama antara kelompok-kelompok. Joshua Enslin, mahasiswa saya dari kajian Asia Tenggara Universitas Frankfurt, bersedia menyumbangkan keahliannya dengan membangun situs web ppanji.org. Tujuan situs web tersebut adalah menyediakan forum untuk berbagai informasi tentang Panji, kegiatan-kegiatan, usulan untuk kerjasama, tautan, bibliografi, rekaman video, publikasi, galeri benda (museum digital). Pak Dwi (Museum Tempo Doeloe, Malang, yang barusan mendapat penghargaan sebagai pemerhati Budaya oleh Depdikbud) siap menyediakan ruangan sebagai kantor di Malang, Pak Bagus Brotodiwirjo juga bersedia menyediakan Pak Yoni karyawannya untuk mengerjakan situs web di kantor ini. Pertemuan 2015 itu terwujud atas initiatif Bagoes Brotodiwirjo, Agus Wiyono, Lydia Kieven.

Ringkasan pertemuan kedua tahun 2015: hadir sekitar 35 orang, diantara mereka terdapat 12 orang peserta yang mengikuti pertemuan Panji dari tahun lalu. Peserta-peserta baru berasal dari berbagai latar belakang profesi, misalnya bidang kesenian, wartawan, pendidikan dll. Diawal pertemuan, peserta disambut dengan pentas Wayang Topeng Panji Asmarabangun yang menakjubkan, oleh kelompok Ki Soleh. Karena sudah agak siang, kami membatasi waktu untuk sesi perkenalan dan pengantar. Peserta kemudian dibagi dalam 7 kelompok untuk membahas harapan masing-masing. Dari diskusi teridentifikasi bahwa harapan para peserta adalah memperluas jaringan, menggali potensi Panji pada zaman kini dan khususnya untuk anak-anak muda; selain itu ada pula peserta yang ingin meningkatkan pengetahuan tentang Panji. Diskusi dilanjutkan dengan evaluasi, yaitu membicarakan apa yang sudah dikerjakan dan diwujudkan selama satu tahun ini. Secara konkrit belum banyak kegiatan yang dilakukan: struktur organisasi sama sekali tidak dilaksanakan; tidak ada input dari peserta selama satu tahun ini; kantor tidak berfungsi lagi; sementara Joshua sangat aktif melanjutkan pengembangan situs web, juga dengan bantuan saya. Situs web ini masih dalam proses dan sama sekali belum lengkap. Namun demikian jaringan kerjasama para pecinta Panji sudah makin meluas, misalnya Dwi Cahyono Arkeolog sudah bekerjasama dan memberikan kontribusi dalam perkuliahan Panji di Universitas Ciputra Surabaya. Kelompok Panji dari Blitar telah kerjasama dalam persiapan acara di Blitar tanggal. 22-23 Agustus 2015, dll. Kenyataan banyak orang yang dulu belum saling kenal, sekarang sudah menjadi lebih akrab dan siap untuk berkomunikasi dan kerjasama.

Wayang topeng si KiSoleh

Kemudian kami membicarakan apakah struktur organisasi yang dicatat tahun 2014, masih ada guna. Pembahasan tentang hal ini berlangsung agak lama dan ngalor-ngidul dengan hasilnya: Struktur itu akan dilepas; grup facebook - Sahabat Panji dan Sekartaji, Pencinta Panji - keduanya akan dipertahankan. Tidak ada kesempatan membahas situs web ppanji.org secara dalam karena tidak ada fasilitas internet di lokasi pertemuan, dan juga karena tidak ada banyak minat. Joshua dan saya akan melanjutkan situs web sesuai dengan kapasitas kami masing-masing. Dalam situs web Joshua juga menyediakan blog: sehingga ide-ide, perkembangan kegiatan dapat dikirimkan kepada Mas Joshua!
Saya juga sempat mempresentasikan tesis S1 dari mahasiswa saya di Frankfurt (Sarah Schneider) dengan judul "Budaya Panji" — "Panji-Culture". An Intangible Cultural Heritage of Indonesia? Yang menunjukkan bahwa sudah ada terapan Budaya Panji di Jerman pada kalangan akademisi, termasuk artikel saya yang ada di situs web saya sendiri (lydia-kieven.com). Karena keterbatasan waktu (karena keterlambatan acara dan adanya pentas tari yang indah namun memakan waktu panjang), kami tidak sempat berdiskusi tentang pengembangan acara dan kegiatan-kegiatan konkrit lainnya.

Jaringan sudah berkembang dan sudah ada lebih banyak orang dan kelompok yang ingin terlibat. Perkembangan, penggalian dan aplikasi selama satu tahun terakhir ini masih kurang. Keadaan pada saat ini semoga menjadi tantangan untuk kita semua. Namun demikian embryo dari tahun 2014 sudah berkembang sedikit demi sedikit, proses ini semoga dilanjutkan agar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indonesia. Semoga tahun 2016 akan diadakan pertemuan Pencinta Panji lagi dengan hasil yang lebih berkembang lagi.

(2) Tanggal 16 Agustus, Minggu - Bedah Buku "Menelusuri figur bertopi" di Restoran Inggil, Malang

Pembicara: Lydia Kieven, Joko Koentono, Dr. Agus Sunyoto, Dwi Cahyono (arkeolog). Moderator: Henri Nurcahyo.

Inisiatif acara ini berasal dari saya, tujuannya adalah untuk mempresentasikan hasil penelitian yang diterbitkan dalam bentuk buku akhir tahun 2014 dan ternyata sudah menjadi bestseller di Toko Buku Gramedia: Lydia Kieven, Menelusuri Figur Bertopi dalam Relief Candi Zaman Majapahit. Pandangan Baru terhadap Fungsi Religius Candi-Candi Periode Jawa Timur Abad ke-14 dan ke-15. Jakarta: EFEO/Gramedia 2014. Tempat, fasilitas dan konsumsi disediakan oleh Pak Dwi Cahyono pemilik Restoran Inggil. Peserta yang hadir adalah sekitar 40 orang.

Dalam presentasi buku Menelusuri Figur Bertopi saya memilih tiga contoh dari berbagai candi saja yaitu Candi Jago, Panataran, Kendalisodo, dan arca Panji dari Selokelir. Saya menyampaikan esensi tafsiran saya tentang fungsi dan arti figur bertopi dan khususnya utusan Panji dalam kesenian Jawa zaman Majapahit, yaitu Panji sebagai perantara antara dunia manusiawi dan dunia para dewa. Panji menjadi pemandu di dalam candi dan menunjuk jalur kepada para peziarah yang ingin mencapai pencerahan/ wahyu/ ngelmu. Sebagai tambahan saya menyampaikan beberapa contoh untuk penerapan pengetahuan tentang Panji dalam konteks "Budaya Panji".

Kemudian dua pembicara berikutnya yaitu Pak Joko Koentono dan Dr. Agus Sunyoto mempresentasikan perspektif masing-masing tentang figur bertopi dan tentang Panji. Pak Joko menginformasikan bahwa beliau tidak membedah buku, tapi menyampaikan tambahan informasi dan pandangan lain yang lebih luas. Beliau memberi banyak contoh dari kesenian Jawa Klasik yang memuat aspek-aspek lebih luas daripada Panji saja. Dr. Agus Sunyoto mempresentasikan tentang fungsi Panji dalam konteks historiografi agama di Indonesia. Dua pembicara mengutarakan bahwa pertanyaan "Siapa figur bertopi?" belum terjawab oleh saya. Pak Dwi Cahyono (arkeolog dari Universitas Negeri Malang) membedah buku saya dengan memberi ringkasan perjalanan penelitian saya yang mendapat banyak input dari beliau.
Oleh karena acara mulai terlambat, dan karena presentasi masing-masing memakan waktu lama, akhirnya waktu untuk diskusi menjadi agak berkurang. Tujuan dan harapan saya sebetulnya bahwa buku dan presentasi saya dijadikan obyek untuk diskusi yang lebih luas, ditambah persepsi ahli lain. Walaupun saya sempat sedikit kecewa, namun akhirnya saya melihat bahwa keseluruhan acara menjadi sangat bermanfaat. Apalagi saya sempat membicarakan beberapa aspek Panji yang masih ingin saya teliti dalam masa depan. Silakan dibaca tulisan oleh Pak Sasakala Asisi Suharianto dari komunitas Pandu Pusaka dalam tautan berikut ini: www.facebook.com/groups/348318048676292/permalink/464396837068412/#

Saya berterima kasih banyak atas dua orang yang bekerja keras dalam persiapan dua acara tgl. 15 dan 16 Agustus, yaitu Bapak Semar Suwito Yasin, dan Mbak Yanni Krishnayanni, dan kepada Stien Matukupan dan Henri Nurcahyo sebagai moderator. Saya juga berterima kasih sekali atas penyediaan tempat, fasilitas, dan konsumsi di kedua tempat tersebut (Ki Soleh, Dwi Cahyono MTD). Tentu saja saya juga berterima kasih banyak kepada semua peserta dan semua pihak yang terlibat dalam dua acara ini.

(3) Tanggal 22/23 Agustus, Sabtu/Minggu - "Tur Panji di candi-candi di daerah Blitar", bersama acara workshop untuk anak-anak SMK N 1 Nglegok Blitar "Mengenal Panji di relief Candi Panataran"

Atas inisiatif Mbak Yanni dan Mas Danurweda dengan dukungan Mas Kholam, Blitar, program Tur Panji disiapkan. Pak Bondan juru kunci Panataran (Beliau baru saja diberi penghargaan sebagai pemelihara situs purbakala teladan se-Indonesia oleh DepDikBud) membantur survei ke situs Gambar Wetan sebelum tur. Peserta yang terdaftar adalah 15 orang ditambah sejumlah peserta yang hanya ikut di berbagai candi. Kegiatan dimulai dengan pengantar di Candi Panataran sambil membaca beberapa relief Panji di Teras Pendopo. Kemudian kami mengunjungi Candi Gambar Wetan yang memakan waktu agak lama untuk menemukannya karena kami kesasar di daerah yang terpencil dan berpasir dan karena pintu masuk tertutup soal juru kunci hari ini sakit (namun berkat Mas Danur dan beberapa peserta yang berani kami berhasil masuk [:)]. Di Candi Gambar Wetan ada satu figur bertopi. Dengan membaca relief ini dan beberapa relief lain saya menyampaikan ikonografi, pengertian dan tafsiran penggambaran dalam relief. Selain itu kami belajar tentang ikonografi dan fungsi dwarapala (ada 5 di situs), dan tata ruang candi. Kemudian kami kembali ke Candi Penataran.

Di Candi Panataran kami berkeliling lama (sekitar 2 jam) dengan keterangan tata ruang dan fungsi candi Negara Majapahit. Terus kami melanjutkan pembacaan relief Panji di Pendopo Teras, relief Ramayana di Candi Induk, dan yang terakhir petirtaan. Saya menyampaikan tafsiran saya tentang Panji sebagai perantara antara dunia manusiawi dan dunia para dewa, dengan menitikberatkan pada Panji sebagai orang dari kalangan rakyat biasa yang setia dan yang berjuang untuk mencapai tujuannya, yaitu penyatuan dengan kekasihnya Candrakirana. Sambil berkelana Panji mencari ajaran para rsi dan menyucikan / mensucikan diri lewat air.

Tur Panji di Candi Panataran

Selama tur Panji, ada sekelompok siswa yang didampingi Mbah Bimo, Mas Kholam, dan Pak Bondan membaca relief, menggambar, membuat komposisi nembang, pentas Sri Tanjung dengan alat-alat yang ditemukan di area sendiri. Mereka menceritakan pengalaman belajar selama satu hari ini yang ternyata memberikan banyak pengetahuan dan pengertian tentang candi-candi dan relief-relief, pengalaman belajar yang sebelumnya belum pernah mereka alami. Para siswa terlihat puas, semangat dan juga lelah.

Malam hari sebagian besar peserta menginap di "Kebon Kopi" di Karanyanyar, penginapan yang berasal dari zaman Belanda, nyaman di tengah desa yang sepi. Mbah Bimo dari Klaten melakukan pertunjukkan Panji Jantur Udan, kreasi sendiri, yang diterapkan di desa di lereng Gunung Merapi selama dua tahun terakhir ini. Pentas yang menakjubkan dan sangat mengesankan ini diiringi tabuhan reyong serta gong oleh Mas Kholam dan teman-teman dari Blitar. Para pemusik ini tidak pernah latihan bersama Mbah Bimo, namun secara spontan dan menggunakan naluri mereka saat mengiringi Mbah Bimo. Setelah pertunjukan kami masih berbincang-bincang tentang berbagai hal sampai larut malam.

Wayang Jantur Pak Agus

Hari kedua (Minggu tgl. 23 Agustus) kelompok peserta yang ditambah peserta-peserta lain, mengunjungi Candi Mirigambar, relief di Candi Gambyok, dan Candi Surowono. Di Candi Mirigambar, Tulungagung, kami menyaksikan keadaan situs yang sangat buruk. Soalnya akar dua pohon beringin semakin lama semakin merusakkan bangunan yang berbatu bara. Sambil menunjukkan foto dari arkip Belanda, kami bisa membaca sisa-sisa relief yang menggambarkan cerita Panji Waseng Sari. Lewat facebook kunjungan kami di Mirigambar sudah diketahui, malah ada beberapa penduduk dari sekitarnya yang bergabung dengan kami dan menyampaikan tambahan keterangan yang sangat menarik.

Habis makan siang (Soto) di Kediri, di Candi Gambyok, desa Grogol Kabupaten Kediri, ada surprise yang tidak diduga. Ada kelompok sekitar 20 orang yang duduk di depan relief yang adalah tujuan kunjungan kami. Kami berpikir bahwa kelompok itu punya keperluan sendiri. Namun, mereka justru datang ke situs untuk bertemu kami. Lewat facebook mereka sudah tahu. Yang hadir di antara lain adalah Pak Lurah desa Grogol, dan Ibu Kepala Museum Airlangga (sekaligus Kepala Kantor Pariwisata) Kediri. Kami sangat terkesan oleh penghadiran mereka dan antusiasnya. Saya sempat memberikan mereka fotokopi dari foto arkip Belanda yang menggambarkan keadaan situs Gambyok pada tahun sekitar 1900, waktu masih ada sisa puing situs purbakala ini. Kami malah diajak duduk di karpet dan dijamu dengan air minum. Di situs Gambyok masih ada satu relief yang utuh dan menceritakan salah satu adegan dari Panji Semirang.

Di Surowono kami dijamu dengan kopi dan pisang, yang sudah diorganisir oleh pengelola kami yang rajin, dan kemudian kami mengunjungi candi. Sebetulnya saya hanya mau menerangkan pilihan 4 atau 5 panel relief, tapi semua peserta sangat ingin tahu dan semangat, sehingga kami membaca semua panel yang memuat cerita Arjunawiwaha, Sri Tanjung, dan Bubukshah dan Gagak Aking. Setelah pada peserta sudah belajar ikonografi di candi-candi sebelumnya, mereka semangat menerapkannya dan membaca cerita-cerita di candi ini. Kami sempat mengerti posisi dan penataan relief-relief yang pada awalnya kelihatan kacau; namun para peserta akhirnya mengerti bahwa penataannya menyimbolkan utusan, yaitu misalnya: adegan yang berkaitan dengan gunung dan meditasi dan dewa posisinya di sebalah belakang candi. Di Surowono tidak ada cerita Panji, namun, dalam cerita Sekartaji, tokoh utama yaitu Sidapaksa digambarkan dengan topi; kami mengerti bahwa seorang Raden yang adalah tokoh dalam cerita gaya kidung, bisa juga digambarkan seperti Panji, karena perannya sama.

Pak Hanan Pamungkas, arkeolog dari IAAI (Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia) dan Pak Romy (penggemar arkeologi) mengikuti kami dalam kebanyakan kunjungan situs. Penambahan pengetahuan mereka sangat bermanfaat.

Kami tiba lagi di Panataran pada malam hari, berarti sekitar 3 jam lebih lama dari yang direncanakan. Berarti juga bahwa semua peserta semangat. Ternyata para peserta sudah mendapat banyak pengertian tentang candi, relief-relief dan simbolismenya, yang sebelumnya tidak diketahui. Para peserta menghargainya dan semangat. Termasuk saya sendiri yang sudah sempat menyampaikan dan membagi banyak pengetahuan saya, sehingga ada bukti bahwa semangat saya ada guna untuk orang lain.

Dari pengalaman tur Panji itu kita mengerti betapa penting pengetahuan konkrit tentang sejarah/seni/budaya, supaya bisa dihargai, sehingga ada kesediaan untuk melestarikannya. Moga-moga tur Panji akan memberi contoh untuk tur lanjut dalam masa depan sebagai salah satu aplikasi praktis. Tur semacam ini, misalnya oleh pakar seperti Dwi Cahyono Arkeolog akan diselenggarakan dengan biaya untuk pemandu dan pengelola.

Kesimpulan saya dari tiga acara ini:

Banyak unsur dalam program dua acara pertama (di Tumpang dan di Malang) dirubah dari ide awal. Maka itu penyelenggaraan, diskusi, kesimpulan, hasil, keterapan akhirnya berbeda dari yang direncanakan. Pada awalnya saya dan berbagai peserta bingung dan kurang puas, saya sendiri malah jengkel. Namun akhirnya saya - dan pasti semua peserta - sudah melihat yang positif: jaringan orang yang terlibat "Budaya Panji" sudah semakin berkembang, orang-orang yang tertarik dan punya potensi memperkembangkan "Budaya Panji" bertambah. Semua perkembangan ini adalah dalam proses yang tentu tidak bisa diatur. Tujuan proses ini adalah: ada guna dan manfaat dari "Budaya Panji" untuk pengertian masyarakat tentang budaya diri sendiri yang sangat kaya, sehingga masyarakat menghargainya dan mampu menerapkannya dan mengejewantahkannya. Aplikasi praktis ini masih berkurang dan perlu diperkembangkan. Kalau proses ini mau diteruskan secara efektif diperlukan seorang (atau dua orang) yang punya comitmen, dan sebaiknya perlu suatu tempat yang menyediakan fasilitas untuk kegiatan budaya, terutama budaya Panji. Dari pengalaman selama satu tahun sejak September 2014 kita ada kesimpulan bahwa banyak kesibukan dan tugas lain oleh Dwi Cahyono MTD tidak memungkinkan comitmen untuk urusan Budaya Panji. Namun kami sangat menghargai bahwa beliau sudah menyediakan tempatnya sebagai kantor pada bulan-bulan awal sejak September 2014.

Semua kejadian dan pengalaman ini adalah basis demi pelajaran. Salah satu hasil dari pelajaran itu adalah: konsep, organisasi dan pengkoordinir harus jelas dan transparen!

Kalau kita mengerti arti dan pentingnya "Budaya Panji", pasti ada orang-orang yang bersedia memperkembangkannya. Yang diperlukan adalah initiatif sendiri!

Dari pihak saya pribadi adalah kesimpulan: Dengan buku saya tentang relief Panji di candi-candi saya sudah menyerahkan cukup pengetahuan yang bisa digunakan oleh banyak peminat. Dengan initiatif dari pihak saya, saya sudah menyampaikan banyak inspirasi yang ternyata menaman banyak biji yang sudah berbunga-bunga, walaupun masih kecil. Semoga bunga-bunga ini akan menyekar tanpa perlu inspirasi utama oleh seorang asing. Dalam masa depan saya tidak mau menjadi "pusat" atau "kepala" kelompok dan gerakan Pencinta Panji, namun dengan senang hati saya bersedia memberi kontribusi dan menjadi salah satu peserta. Sampai sekarang saya turut menanggung kebanyakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Panji, khususnya dalam Agustus 2015 ini, walaupun saya bukan termasuk kalangan orang kaya. Saya tidak akan mampu mengeluarkan biaya seperti ini dalam masa depan. Seperti sudah disebut di atas, saya punya proyek untuk memperkembangkan situs web ppanji.org bersama Joshua Enslin; dengan demikian kami akan memberi kontribusi yang moga-moga akan bermanfaat. Selain itu saya juga ingin menulis buku tentang perkembangan "Budaya Panji" selama 10 tahun terakhir ini dengan analisanya, khususnya tentang potensi dan aplikasinya. Kami - Joshua dan saya - akan melamar untuk pada lembaga / sponsor di Jerman. Bulan April 2016 direncanakan Symposium Panji di Universitas Bonn, Jerman; kalau dapat sponsoring, beberapa ahli dari Indonesia akan diundang.

Setelah acara-acara di Malang dan Blitar saya masih sempat memberi empat ceramah/seminar: tggl. 28 Agusuts di PPLH Seloliman (secara spontan); tanggal 30 Agustus di Wisma Jerman dengan kerjasama Abiyasa, bersama Pak Dewa Satriya dari UC; tanggal 31 Agustus di Universitas Airlangga oleh initiatif Adrian Perkasa; tanggal 5 dan 6 September di Museum Ullen Sentalu, Kaliurang, Yogyakarta, dan di Solo dalam rangka Malam Topeng di Solo Art Base (initiator: Daniel Haryono yang barusan mendapat penghargaan untuk museum teladan se-Indonesia)

Semoga bermanfaat!

Replika arca Panji dari Selokelir, buatan Mas Kholam, sempat patah. Pada tahun 1930an arca Panji asli memang ditemukan dalam dua bagian: Badan dan kepala.Replika arca Panji dari Selokelir, buatan Mas Kholam, sempat patah. Pada tahun 1930an arca Panji asli memang ditemukan dalam dua bagian: Badan dan kepala.
Arca Panji dari Selokelir (tinggi 125 cm), disimpan di Perpustakaan Jurusan Seni Rupa, ITB BandungArca Panji dari Selokelir (tinggi 125 cm), disimpan di Perpustakaan Jurusan Seni Rupa, ITB Bandung

Catatan: Semua photo buatan Lydia Kieven (Augustus 2015), photo arca Panji di ITB buatan Lydia Kieven pada tanggal 04-11-2006.

Ditambahkan oleh Lydia Kieven, dalam kategori

URL Cite

Tunjukkan sidebar